Berita

Rumah Market Data Market Berita Perdagangan Minyak Mengawali Tahun dengan Pelemahan Hingga 9 Persen

Minyak Mengawali Tahun dengan Pelemahan Hingga 9 Persen

by Didimax Team

Pada hari kamis (5/1/2022), harga minyak nampak berusaha untuk menguat. Ini terjadi setelah pelemahan yang cukup mengejutkan terjadi. Itu karena, pelemahan yang dialami minyak mencapai angka 9 persen.

Angka tersebut tentu mengejutkan mengingat awal tahun biasanya menjanjikan penguatan dari segi harga. Jika melihat pada kondisi di setiap awal tahun, ini adalah yang terburuk bagi minyak pada tiga dekade terakhir.

Itu karena, kondisi pelemahan di awal tahun tidak pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Data tersebut dikeluarkan oleh Refinitiv Eikon. Ini dilakukan karena adanya aktivitas spontan yang dilakukan pelaku pasar.

Intinya para pelaku tersebut berupaya mengambil penurunan ketika harga terlihat mengalami penurunan. Upaya mengambil keuntungan ini sebenarnya menjadi tindakan yang wajar. Itu karena, ada ekspektasi yang diberikan pada permintaan minyak.

Banyak orang masih percaya kalau permintaan minyak untuk jangka panjang tidak akan terganggu dan bisa stabil. Kepercayaan tersebut sebenarnya bisa diwajarkan mengingat kebutuhan akan minyak sendiri pasti selalu ada.

Oleh karena itu, tidak mungkin kondisinya akan seturun ini. Walaupun tidak sampai stabil seperti sedia kala, harga minyak kemungkinan besar akan kembali mengalami perbaikan.

 

Penguatan Tipis Akhirnya Terjadi

Pada dua hari berturut-turut, terlihat jelas kalau harga minyak tidak memperlihatkan tanda-tanda akan membaik. Namun hal tersebut akhirnya mulai berubah. Itu karena, harga minyak terlihat berhasil mengalami penguatan.

Memang penguatan yang terjadi masih sangat tipis. Tetapi dengan adanya penguatan tersebut, narasi yang mengatakan kalau harga minyak akan kembali stabil menjadi semakin kuat. Pelemahan yang terjadi selama dua hari berturut-turut tentu memiliki alasan.

Alasannya sendiri berkaitan dengan resesi global yang sekarang sedang terjadi. Belum lagi guncangan ekonomi jangka pendek sekarang sedang dialami AS dan China. Perlu diingat, kedua negara tersebut merupakan dua konsumen utama dari minyak dunia.

Jika kondisi ekonomi dua negara tersebut mengalami gangguan, kebutuhan akan minyaknya pasti diturunkan sehingga efek pada harga akan terlihat. Ada data menarik yang diperlihatkan oleh WTI atau West Texas Intermediate.

WTI mengungkapkan kalau minyak mentah mulai mengalami perbaikan hingga angka 73,65 dollar per barel. Sebelumnya harga minyak tersebut sempat anjlok. Kondisi anjlok tersebut membuat harga minyak menurun ke angka 72,73 dollar per barel.

Sebenarnya, data manufaktur AS juga mempertontonkan informasi yang cukup unik. Itu karena, data tersebut nampak mengalami kontrasi di bulan Desember. Data tersebut memperlihatkan pelemahan yang terjadi secara berturut-turut.

Pelemahan tersebut membuat angka pada datanya menurun hingga angka 48.3. Angkanya sendiri pada awalnya berada di titik 49. Data ini dikeluarkan oleh Institute for Supply Management atau ISM yang memang sudah ahli di bidang ini.

Departemen Tenaga Kerja AS sendiri sempat melakukan survei yang cukup unik. Survei tersebut memperlihatkan informasi bahwa pembukaan lowongan pekerjaan turun. Penurunannya sendiri ternyata di bawah perkiraan.

Kekhawatiran Tentang China Sekarang Memang Meningkat

China merupakan salah satu konsumen minyak terbesar di dunia. Tingginya kebutuhan dari China ini menjadi salah satu alasan mengapa harga minyak di dunia nampak stabil. Namun sekarang, kondisi stabil tersebut perlahan mulai hilang.

Kondisi ini merujuk pada permintaan yang terus melemah dari China. Dibanding melakukan pembelian dari luar, China justru sedang gencar melakukan program ekspor produk minyak sulingan. Ini terlihat pada gelombang pertama di tahun 2023.

Pada gelombang tersebut, nampak jelas kalau kuota ekspornya dinaikkan oleh pemerintah China. Ini sebenarnya masih berhubungan dengan infeksi yang terus terjadi. Adanya infeksi tersebut membuat permintaan impor masih belum stabil.

Sebenarnya aktivitas pabrik di China sendiri hingga sekarang belum stabil. Itu karena, aktivitas tersebut sudah mengalami penyusutan sejak bulan Desember. Ini terjadi menyusul lonjakan infeksi yang sekarang terjadi.

Adanya lonjakan infeksi tersebut sangat mengganggu produksi yang terjadi di China. Bahkan ini sangat membebani permintaan. Sekarang kondisi Beijing sendiri memang sudah berubah. Itu karena, Beijing sudah menghapus pembatasan anti virus.

Walaupun membuat segala hal nampak lebih stabil, hilangnya pembatasan anti virus ini justru menimbulkan masalah baru. Dari sana, kondisi ekonomi justru mengalami gangguan dan belum memperlihatkan tanda-tanda akan membaik.

Patut dinantikan apa yang akan terjadi pada harga minyak ke depannya. Banyak orang memprediksi, kondisi ini pada akhirnya akan kembali stabil namun proses yang dilalui akan cukup panjang.

KOMENTAR DI SITUS

FACEBOOK

Tampilkan komentar yang lebih lama